Melirik ke Papua dan Maluku
Ref: Rezim NKRI dibawah Megawati pada bulan September 2002 menandatangani perjanjian supply gas dari sumber yang dinamakan Tangguh di Teluk Bituni, Papua Barat untuk gas terminal LNG di Fujian, Tiongkok sebanyak 2.6 ton juta LNG tiap tahun selama 25 tahun. Dengan Korea Selatan 1,35 juta ton LNG tiap tahun untuk jangka waktu 20 tahun. Perjanjian serupa dibuat dengan Sempra Energy LNG Corp 3,7 juta ton gas tiap tahun untuk Mexico dan California selama 20 tahun.
Kalau dengan Tiongkok diadakan renogosiasi, lantas bagaimana dengan Korea Selatan dan Sempra Corp, apakah mereka mempunyai perjanjian istimewa dengan harga yang cocok dan tidak perlu renegosiasi?
Pertanyaan lain yang tidak kalah pentingnya ialah berapa prosen diperoleh rakyat Papua ataukah nasib mereka seperti rakyat Maluku dengan gas alam Masela dimana Maluku tidak mendapat apa-apa. Supaya tidak dilupakan bahwa gas alam Masela dikontrak untuk 30 tahun dengan pembagian 60% untuk Inpex , 30% untuk Shell dan 10% untuk Mega Persada (Bakrie Group) ( http://www.thejakartaglobe.com/business/pertamina-pursues-share-of-masela-block-from-inpex/541600 ). Permulaan tahun ini, Ralahalo, gubernur Maluku meminta bahagian 10% untuk Maluku ditolak oleh rezim Neo-Mojopahit, kata menteri dalam negeri perjanjian sudah final dan tidak dapat dirobah. Jadi nol, sekali lagi nol besar diperoleh.
http://www.antaranews.com/berita/373569/twitter-sbyudhoyono-china-sepakat-renegosiasi-tangguh
Sent from my BlackBerry®