Jangan anggap enteng Sejarah
Abraham menceritakan, sebelum ia memimpin KPK mengungkap dugaan kasus korupsi Atut, ia membaca bagaimana sejarah perkembangan Islam di Banten. Dari sejarah itu, ia mengetahui bahwa ada seorang ulama besar asal Makassar bernama Syeikh Yusuf Al Makassar termasuk salah satu pihak yang mewarnai perkembangan Islam di Banten.
Selain mengajarkan ilmu keagamaan, Syekh Yusuf ini juga mengajari ilmu kedigdayaan untuk para jawara. Ia mengajarkan supaya para jawara ini memiliki ilmu fisik di samping ilmu agama untuk membela kehormatan Islam dan kepentingan yang benar.
Namun, Syekh Yusuf ini memberikan syarat kepada para jawara itu supaya bisa mendapatkan ilmu kedigdayaan. Syaratnya adalah ilmu yang dia ajarkan ini hanya boleh digunakan untuk membela yang lemah dan yang benar. Jika suatu saat jawara ini tidak menggunakan ilmu ini sebagaimana mestinya dan digunakan untuk kejahatan, maka ilmu tersebut tidak akan bisa digunakan dan status kejawaraanya berubah menjadi centeng atau tukang pukul penguasa lalim.
Karena itulah, Abraham yang menduga jawara-jawara ini yang membela kekuasaan Atut dengan dugaan korupsinya, sudah beralih fungsi menjadi centeng. Karena itu, Abraham sama sekali tidak takut dengan segala konsekwensinya dengan apa yang dilakukan oleh pengawal-pengawal Atut ini jika ia menjadikannya tersangka.
Abraham menceritakan itu hanya sebagai salah satu contoh saja bagaimana ia berani berbuat karena membela kebenaran. Baginya, bisa mengungkap kasus dugaan korupsi keluarga Atut ini merupakan pengalamannya yang paling berkesan selama mengungkap kasus korupsi. Meskipun, ia menyatakan sebenarnya semua kasus korupsi itu sama yang harus ditindak.
Tetapi, khusus kasus Atut ini, Abraham mengaku terharu dan mengeluarkan air mata ketika ia bisa mengungkapnya. Karena, ia sangat merasakan penderitaan rakyat Banten yang tertindas dan miskin karena penguasanya berlaku sewenang-wenang dengan melakukan dugaan korupsi.
Menjawab keraguan
Dua tahun dua bulan lalu, saat Abraham diwawancara penulis secara khusus, mengaku masih meraba-raba bagaimana memimpin sebuah lembaga antikorupsi yang sekarang paling ditakuti oleh koruptor itu. Maklum, pria yang datang dari Makassar, Sulawesi Selatan, tersebut baru menjabat kurang dari tiga bulan sebagai ketua KPK.
Ia belum sepenuhnya bisa mengendalikan KPK. Ia masih merasa berjuang seorang diri karena banyak orang-orang di KPK yang tak mengharapkan kehadirannya. Selain menjadi pimpinan atau komisioner termuda dibanding empat lainnya, ia juga merasa dianggap tak mumpuni karena belum punya pengalaman di birokrasi. Ia dikenal hanya menjadi aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Makassar.
Padahal pada waktu itu, Abraham diwariskan beban berat oleh pimpinan KPK periode sebelumnya. Di mana, mereka menjadi bulan-bulanan mantan bendahara umum Partai Demokrat sekaligus terpidana kasus suap wisma atlet SEA Games M Nazaruddin yang melontarkan tudingan bahwa pimpinan KPK adalah orang-orang yang mempermainkan kasus. Meski belakangan, tudingan-tudingan itu dinilai hanyalah fitnah belaka yang tak pernah terbukti. Abraham harus mengangkat kembali marwah KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berwibawa.
Isu ketidakkompakan antar pimpinan pun pernah menghampirinya. Sejumlah media gencar memberitakan pada waktu itu. Soal road map (peta pemberantasan korupsi) juga belum ia rampungkan bersama empat pimpinan lainnya. Tetapi, ia berkeinginan KPK menangani kasus korupsi yang besar dan melibatkan pejabat-pejabat tinggi serta aparat penegak hukum.
Sekarang, road map itu telah rampung. KPK memiliki gambaran pemberantasan korupsi selama empat tahun kepemimpinannya. Keinginannya untuk memberantas korupsi dengan kasus-kasus yang besar pun bisa ia wujudkan.
Bagaimana tidak, di era kepemimpinannya, KPK berhasil mengungkap kasus korupsi yang pelakunya adalah seorang jenderal polisi aktif, yakni Djoko Susilo yang terlibat kasus korupsi pengadaan simulator SIM. Jabatannya pun tak tanggung-tanggung, sebagai kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri saat korupsi ini dilakukan.
Menteri negara yang juga masih aktif pun berhasil dibekuk dan dijadikan terdakwa kasus korupsi. Dia adalah Andi Mallarangeng, mantan Menpora yang terlibat dalam kasus suap wisma atlet SEA Games.
Dua ketua umum partai politik pun dibekuk KPK di bawah kepempiman Abraham. Mereka adalah Luthfi Hasan Ishaq dari Partai Keadlian Sejahtera (PKS) dan Anas Urbaningrum dari Partai Demokrat yang menjadi partai penguasa saat ini.
Itu adalah sejumlah pelaku korupsi dengan jabatannya seperti itu yang tidak pernah dilakukan oleh KPK sebelum Abraham. Paling-paling, KPK menindak para pejabat seperti itu ketika masa jabatannya sudah habis. Seperti mantan Mendagri Hari Sabarno atau mantan Kapolri Jenderal Rusdihardjo.
Belum lagi sederet pejabat-pejabat penting lainnya di negeri ini yang masih aktif menjabat. Seperti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Riau Rusli Zaenal, dan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Selain itu, KPK juga menjerat pengusaha Hartati Murdaya yang disebut-sebut sebagai donatur pada kampanye Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, kasus Bank Century yang sempat empat tahun mangkrak, bisa dinaikkan statusnya menjadi penyidikan dengan penetapan tersangka.
Yang paling hangat, Abraham mengumumkan status tersangka untuk Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia. Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
Bagi Abraham, itu semua tidak terlepas dari road map KPK yang telah rampung disusun oleh KPK di bawah kepemimpinannya. Abraham menilai road map inilah yang dilupakan oleh pimpinan KPK sebelumnya. Sehingga, upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK tidak fokus dan tidak bisa memanfaatkan keterbatasan sumber daya manusia yang dipimpin KPK.
Ada dua fokus utama pemberantasan korupsi yang termaktub di dalam road map tersebut. Yakni, jumlah kerugian negara yang besar dan para pelakunya. Yang harus dibidik KPK adalah kasus-kasus korupsi yang menelan kerugian negara dalam jumlah besar. Selain itu, para pelakunya yang memiliki jabatan penting harus disikat lebih dulu. "Yang kecil-kecil kita ke sampingkan dulu," kata Abraham.
Jadi, jelaslah jika Abraham sangat bersemangat untuk menindak para pelakunya yang berasal dari pimpinan lembaga penegak hukum, menteri negara, dan ketua partai politik. Karena, jika para pelakunya yang merupakan orang-orang nomor satu di lembaga-lembaga yang dipimpinnya korupsi, hal ini akan diikuti oleh para bawahannya. "Jadi ini untuk menimbulkan efek jera," kata Abraham.
Kasus-kasus yang tak termasuk korupsi besar dalam kategori road map KPK bukan berarti dibiarkan. KPK tetap melakukan koordinasi dan supervisi dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Polri dan kejaksaan. Sehingga, hubungan antara sesama lembaga penegak hukum tetap dipertahankan.
Demikian yang saya kutip tentang makna sejarah dan saya muat di Blog pada malam minggu ini.
Selamat malam minggu :)
sent from mobile devices