SPDP Ps 109 (1) KUHAP

Pasal 109 ayat (1) KUHAP, sejak dimulainya penyidikan, penyidik menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.
Dengan kata lain, setiap tindak pidana yang diterbitkan sprindik harus diikuti dengan penyerahan SPDP kepada penuntut umum.
 
Sesuai KUHAP, seharusnya pemberian SPDP dari Kepolisian kepada Kejaksaan dikirim sejak awal tahapan penyidikan. Hal ini menimbulkan tanda tanya, bagaimana mungkin penuntut umum dapat mengontrol dan mengetahui jalannya penyidikan sedari awal apabila SPDP baru diberikan pada penyerahan berkas tahap satu.
 
Perkara-perkara yang tidak dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan harus dihentikan penyidik agar ada kepastian hukum bagi si tersangka ataupun korban. Faktanya antara jumlah perkara yang tidak dapat dilengkapi penyidik dan perkara yang tidak dikembalikan ke JPU jumlahnya lebih banyak dari jumlah berkas SP-3 oleh penyidik kepada tersangka. 
 
Pada tahun 2012, 2013, dan tahun 2014 masing-masing terdapat 14.442 perkara, 18.777 perkara, dan 11.054 perkara yang penanganannya terkatung-katung dan tidak tidak jelas. “Total selama kurun waktu tiga tahun terdapat 44.273 berkas perkara yang tidak dilanjutkan ke tahap penuntutan, namun tidak pula dihentikan pada tahapan penyidikan.”
 
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Pemantau Peradian Indonesia (MaPPI FHUI) Choky Ramadhan bersama aktivis lain Carlos Tuah Tennes, Usman Hamid, dan Andro Supriyanto mempersoalkan Pasal 14 huruf b dan huruf I, Pasal 109 ayat (1), dan Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 139KUHAP terkait pemeriksaan berkas perkara dalam proses prapenuntutan.

Para pemohon berpendapat ketentuan prapenuntutan dalam KUHAP  semakin memperlemah peran penuntut umum sebagai pengendali perkara. Praktiknya, proses prapenuntutan sering menimbulkan kesewenang-wenangan penyidik dan berlarutnya penanganan perkara dalam proses prapenuntutan (bolak-balik berkas perkara).
 
Misalnya, Usman Hamid menjadi tersangka pencemaran nama baik sejak tahun 2005 hingga kini tidak jelas penanganan perkaranya. Ada pula Andro, seorang pengamen di Cipulir yang pernah menjadi korban penyiksaan dalam tahap penyidikan. Andro mencabut keterangan Berita Acara Penyidikan (BAP) yang mengaku pernah membunuh karena di bawah tekanan penyidik. Meski pengadilan tingkat pertama menghukum Andro, di tingkat banding dan kasasi Andro dibebaskan karena pengakuan tersangka terbukti diambil secara tidak sah.
 
Para pemohon meminta agar pasal-pasal itu ditafsirkan secara konstitusional bersyarat. Misalnya, Pasal 14 huruf b KUHAP khususnya frasa “apabila ada kekurangan” dihapus, sehingga apabila tidak ada kekurangan, jaksa tetap bisa melakukan pemeriksaan tambahan.

Postingan populer dari blog ini

Sekring / Sikring atau fuse 100 amp Honda CRV putus

Mengenang Dr. J. Leimena