BENARKAH AGAMA ISLAM MENGAJARKAN KEKERASAN?
~ BENARKAH AGAMA ISLAM MENGAJARKAN KEKERASAN? ~ Saya menyahut, “Benar.” Apakah Anda terluka, atau tersinggung dengan jawaban saya?
Beberapa jam setelah peristiwa pemboman di tiga gereja di Surabaya, saya merasa tersinggung dengan kata-kata Din Syamsudin yang sewaktu itu berbicara untuk mewakili MUI. Dia meminta agar umat Kristen tidak terpancing dengan peristiwa ini.
Sebagai seorang Kristen, sekaligus sesama alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, saya ingin mengatakan bahwa “Umat Kristen sejati ialah sebagaimana diteladani murid-murid perdana Yesus Kristus. Mereka diajarkan oleh Yesus untuk memberi pengampunan 77 kali 7 kepada orang yang bersalah terhadap mereka. Sebuah hadis Islam mengutip ajaran ini bahwa Rasulullah Muhammad SAW juga mengajarkan agar memberi pengampunan 70 kali kepada orang yang bersalah terhadap kita.”
Kekristenan tidak dibangun di atas imperialisme dan kolonialisme, sampai abad ke-4 M ketika Kaisar Romawi memeluk Kristen dan menjadikannya sebagai agama negara demi ambisi kekuasaannya. Umat Kristen perdana yang dididik untuk mengampuni dan mengasihi menjadi sumber daya yang dianggap penting bagi kelanggengan kekuasaan Romawi, karena itu menjadikan Kristen sebagai agama yang diakui bahkan agama negara sebagai perlu dilakukan untuk mengendalikan umat Kristen sendiri.
Hal ini sangat berbeda dengan berdirinya agama Islam pada abad ke-7 M di tangan Dinasti Umayah, suatu dinasti pewaris klan yang dulunya paling keras menentang gerakan keagamaan dan kemanusiaan Muhammad. Begitu Muhammad dinyatakan wafat, dan jenazahnya belum dikuburkan untuk menunggu selesai masa Sabat, Konsili Tsaqifah sudah diadakan untuk menentukan patriark sesudah Muhammad. Apabila pada masa Muhammad perang dilakukan dalam rangka penyintasan dan perebutan kembali kampung halaman dari para penguasa yang melakukan kejahatan kemanusiaan,
Khalifah kedua Umar mempelopori perang dalam rangka imperialisme Islam. Khalifah keempat Ali berupaya memulihkan dengan tidak melakukan segala bentuk penaklukan, tetapi ia hanya memerintah selama sekitar empat tahun. Para khalifah, kecuali Abu Bakar, dibunuh dengan keji. Hasan putra Ali yang diangkat sebagai penerus kepemimpinan spiritualnya diracun. Yang paling kejam dari semuanya, Husain putra Ali dan putra-putranya yang sedang berangkat mengungsi diblokade dari pasokan air ketika berada di Karbala, lalu dibunuh. Padahal, mereka adalah cucu dan cicit Muhammad sendiri.
Semua sejarah ini memang memilukan dan memalukan. Anda bisa menuduh saya seorang Syiah, atau seorang yang membenci Islam, setiap saya membagikan sejarah yang dapat ditemukan dalam hadis-hadis Sunni sendiri.
Ya, agama Islam mengajarkan kekerasan, bahkan bisa dikatakan mengajarkan kejahatan kemanusiaan. Mengapa Anda menyangkal ini? Mengapa Anda bersikukuh mengatakan bahwa sebagian besar teroris itu bukan beragama Islam dan yang dilakukan mereka tidak diajarkan agama Islam? Mengapa Anda berkata mereka tidak beragama atau tidak bertuhan? Mereka jelas-jelas bukan ateis dan atau agnostik. Juga, mereka bukan orang-orang Kristen yang memiliki semangat jihad kehilangan nyawa demi berdirinya negara Islam atau menghapus keberadaan orang-orang Non-Islam di dunia. Saya tidak perlu bicara gerakan Kristen yang mendukung kejahatan kemanusiaan semacam itu, karena yang saya tahu (1) saya pernah mengikuti pengajian-pengaian Islam yang memang mengajarkan itu, dan (2) gerakan dan gereja Kristen yang disebut Radikal seperti Anabaptis justru anti kekerasan dan hidup eksklusif karena menolak wajib militer danperang.
Saya tidak mengatakan bahwa Muhammad yang melakukan kekerasan dan mengajarkan kejahatan manusia. Dia tidak pernah melakukan kekerasan, kecuali kekerasan terhadap pelanggar kemanusiaan atau penjahat kemanusiaan. Jihad Muhammad jelas sangat berbeda dengan jihad mereka yang melakukan bom bunuh diri, yang menerapkan undang-undang syariat Islam yang zalim, dan seterusnya dan seterusnya, hal-hal yang sama sekali tidak humanis.
Anda mengatakan bukan agama yang salah, tetapi tafsir agama yang salah. Tetapi, apa yang Anda maksud dengan agama jika dalam pikiran Anda bahwa itulah yang harus dilakukan sebagai tanda Anda seorang yang beriman dan taat kepada Tuhan yang Anda imani?
Faktanya, tafsir agama ialah bagian dalam agama itu sendiri. Tafsir agama yang populer dianut menjadi citra dan identitas bagi agama itu sendiri. Ulama-ulamanya yang berfatwa menjadi marja'-marja' atau rujukan yang punya otoritas atau legitimasi. Saya tanyakan kepada Anda: Apakah yang Anda pahami dari kata “kafir” dan “mukmin”, adakah kata-kata itu merujuk kepada Non-Muslim dan Muslim? Apakah Muslim dalam Alquran yang Anda pahami ialah yang bersyahadat mengakui kenabian Muhammad atau kembali kepada makna spiritual sesuai etimologisnya?
Kekerasan dalam agama Islam dimulai dari adanya mazhab fikih yang paling banyak dianut di negara ini yang menganjurkan bayi-bayi perempuan dikhitan. Apakah ada urgensi dari khitan ini secara kesehatan maupun apakah Muhammad benar-benar menganjurkannya? Tentu saja untuk pertanyaan kedua, saya jawab TIDAK. Bahkan, khitan kepada anak lelaki juga suatu bentuk kekerasan yang dilegitimasi atas dasar keagamaan, tetapi ia masih memiliki nilai kesehatan karena pada masa lalu di negeri-negeri di mana air bersih sukar diperoleh, penyakit kelamin dapat dialami anak lelaki yang tidak memiliki akses air untuk membersihkan kemaluannya.
Kekerasan dalam agama Islam ditunjukkan pula dengan adanya dalil fikih dari hadis atau kitab fikih bahwa seorang murtad boleh dihukum mati. Dan, pengertian murtad selalu diartikan sebagai seorang yang keluar dari agama Islam. Apakah maksudnya ini? Jika tadi saya mengatakan saya seorang Kristen, meski pun gereja yang saya anut mengimani Muhammad, Ali dan 11 Imam, dan Alquran, dalam hukum ini maka darah saya halal untuk ditumpahkan. Apakah ini tidak disebut sebagai kekerasan?
Dalam dakwah Muhammad yang diabadikan dalam Alquran, Allah telah melarang murid-murid Muhammad dari merusak rumah-rumah ibadah dimana nama-nama Tuhan disebut. Tetapi, apa yang terjadi? Selalu ada pembenaran bagi sebagian Muslim, bukan hanya untuk membom atau merusak gereja, tetapi juga untuk menyegel gereja, dan menghambat orang-orang Kristen di banyak titik di negara ini dari beribadah sesuai imannya. Apakah Muhammad mengajarkan ini? Sebagai orang yang mengimani bahwa Muhammad ialah seorang Bani Israil yang mengimani Yesus Kristus – dengan kata lain seorang Kristen – saya dengan tegas meyakini Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan hal-hal itu.
Kekristenan Timur, khususnya Kekristenan Oriental yang populer dan menjadi arus utama di tempat Muhammad hidup mengenal salat bersujud pada tiga, lima, dan tujuh waktu salat. Ketika tiba waktu salat, saat Muhammad melakukan perundingan dengan para pastor Kristen, Muhammad mengizinkan mereka salat di mesjidnya. Dan, mesjid ialah nama untuk sinagog dalam bahasa Geetz, dan bahasa Armharic saat ini. Jadi, bilamana Kekristenan mengalihfungsikan sinagog kepada gereja, maka di kemudian hari agama Islam mengalihfungsikan sinagog kepada masjid.
Apa yang didakwahkan oleh Muhammad tidaklah lain merupakan warisan dan kelanjutan dari apa yang didakwahkan oleh Musa dan Yesus Kristus. Jika ia hadir untuk menyempurnakan warisan para leluhurnya, bukan berarti ia lebih baik daripada sebelumnya sehingga menganulir ajaran sebelumnya yang masih relevan, dan bukan berarti apa yang telah ia lakukan di kemudian hari tidak akan direduksi dan dikorupsi.
Tidak ada satu pun dari mereka berdakwah untuk melakukan kekerasan, melainkan kekerasan terhadap para pelanggar dan penjahat kemanusiaan. Perang yang dilakukan Bani Israil maupun Muhammad adalah bentuk penyintasan dari kekerasan yang melanggar kemanusiaan, maupun untuk mengakhiri kejahatan kemanusiaan itu sendiri. Semua itu tidak bermaksud untuk menumpas agama lain, membuat punah kebudayaan bangsa lain, atau menghilangkan nyawa manusia yang tidak sealiran dengan kita. Tetapi, pada kenyataannya, dalam sejarah anak-anak biologis maupun anak-anak spiritual Bani Israil, mereka berperang untuk menumpas aliran lain, dan untuk imperialisme-kolonialisme, maupun untuk membalas dendam.
Jika agama Islam bukanlah agama yang mengajarkan kekerasan, maka sebagaimana dicontohkan Yesus maupun Muhammad, tidak menegakkan hukum dimana para pelaku zina dicambuk ataupun dirajam. Ini adalah sangat kentara dan menyakitkan bahwa di negeri-negeri dimana syariat Islam ditegakkan, justru perempuan yang diperkosa-lah yang dicambuk atau dirajam, lalu pemerkosanya dibebaskan, atau keduanya dinikahkan. Apa namanya ini kalau bukan kekerasan? Kebenaran? Kemanusiaan? Memuliakan manusia?
Hukum Musa (Mosaic Law) yang merupakan ekstensi dari Dekalog (10 Firman Allah, Albaqarah 53), merupakan suatu warisan kode hukum tertua yang ditemukan di Mesopotamia yang telah disempurnakan oleh Musa dkk untuk konteks masanya, sehingga lebih berperikemanusiaan dan berperikeadilan dari hukum-hukum di sekitarnya yang populer seperti Hukum Assyria dan Kode Hammurabi. Hukum-hukum yang semula mengambil nyawa manusia yang melakukan pencurian, dan bentuk-bentuk lainnya yang kini dianggap tidak sesuai dengan HAM, disempurnakan dalam Hukum Musa sehingga hanya pembunuhan kepada manusialah atau ancaman bagi nyawa dan jiwa manusialah dapat diberi hukuman mati.
Yesus dan Muhammad hadir untuk memulihkan regulasi yang ditafsirkan secara melampaui batas dari Hukum Musa seperti hukuman mati bagi pelanggar Sabat, dan hukuman kepada pelaku zina, dan sebagainya.
Ketika banyak penafsir Alquran, dan banyak Muslim menggunakan hadis yang memaknai kekerasan-kekerasan semacam itu boleh dilakukan, bahkan harus dilakukan sebagai bentuk syariat Islam, maka mengapa menyangkal bahwa agama Islam tidak mengajarkan kekerasan? Para ulama dan mazhab-mazhab dalam Islam yang memiliki penafsiran yang berbeda bukan hanya kini tidak populer, tetapi juga disingkirkan dan dianggap bukan Islam. Lalu, siapa yang salah di sini?
Sebagai contoh, upaya yang dilakukan penerjemah Iran bernama Laleh atas ayat Alquran yang membenarkan suami memukul istrinya dengan memberi arti “memukul” yang bukan suatu pemukulan sama sekali. Mengapa banyak Muslim menganggap Laleh tidak cukup berkompeten untuk itu? Apakah mereka ingin tetap berapologi bahwa pemukulan itu tidak boleh keras? Ini aneh. Mana ada pemukulan yang tidak keras dan tidak menyakitkan?
Kekerasan juga dilakukan secara kejiwaan dalam ajaran yang mengatur seorang perempuan berpakaian. Tafsir lain dari ayat mengenai hijab sedemikian direpresi dan dianggap sesat. Jika saya berbicara demikian, maka saya akan dituduh feminis dan liberal. Padahal, hakikat kemanusiaan memang ialah kesetaraan manusia yang diperjuangkan para feminis, serta kemerdekaan sejati ialah kebebasan dari belenggu sistem/institusi masyarakat yang tidak manusiawi, dan kebebasan itu harus diperjuangkan sebagai tanggung jawab akal budi dan hati nurani yang ada pada diri setiap manusia. Kedua hal ini ialah perjuangan Musa, Yesus maupun Muhammad.
Saya benar-benar lelah untuk melanjutkannya. Kekristenan dengan semangat Era Reformasi dan Era Pencerahan – yang sebetulnya, keduanya terinspirasi oleh gerakan keagamaan dan kemanusiaan Muhammad – telah menjadi alternatif bagi iman tauhid saya, karena agama Islam sampai hari ini masih tidak punya ruang untuk orang-orang seperti saya. Jika Katholik Roma dan Protestan punya "extra ecclesiam nulla salus" (tak ada keselamatan di luar umat kami/kita) tetapi tetap mau hidup dalam ekumenisme, maka di dalam Islam bahkan kepada yang berbeda aliran saja masih dianggap tidak selamat.
Jika Anda mengatakan bahwa kekerasan yang dilakukan sebagian Muslim ialah reaksi karena penindasan kepada umat Islam di negeri-negeri Muslim terutama penjajahan Palestina, maka Anda telah mengkastakan penderitaan manusia untuk membenarkan kekerasan yang melanggar kemanusiaan. Apa bedanya Anda dengan jutaan orang Yahudi yang mengenang masa kekejaman Nazi sebagai satu-satunya penderitaan terkeji di dunia?
Penderitaan bangsa Palestina sama nilainya dengan penderitaan orang-orang lain di seluruh dunia yang direpresi dan dipersekusi karena iman, etnis, ras dan gender mereka atau karena kemiskinan mereka... Bangsa Palestina yang ditindas bukan hanya Muslim, tetapi orang-orang Kristen Arab tidak melakukan bom bunuh diri karena marah. Perang Salib sudah lama berakhir, dan Kekristenan telah belajar dari kesalahan mereka.
Jika Anda ingin melawan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Zionis, bukan begini caranya. Bukan dengan membunuh orang-orang Kristen yang juga mengutuk Zionisme, dan mengorbankan saudara sesama Muslim yang hidup dalam jalan wasatiyah atau moderat, bahkan sehingga mereka menjadi target di negara-negara Barat di mana mereka sudah hidup dari generasi ke generasi. Apakah dalam diri manusia-manusia yang Anda pikir halal darahnya itu karena agamanya berbeda dengan Anda tidak bersemayam ruh Allah?
Jika ada saudara atau saudari Kristen saya yang melarang mesjid Anda beroperasi, maka sampaikanlah kepada mereka ajaran-ajaran Injil tentang cinta kasih. Yesus tak pernah punya rumah ibadah bernama gereja, dan Paulus berdakwah di mimbar-mimbar sinagog. Jika Anda khawatir Kristenisasi, maka ayo bersainglah dengan sehat dalam Islamisasi Anda, dengan ikut menyemarakkan kegiatan-kegiatan di bidang sosial kemanusiaan. Pasti banyak yang akan jadi muallaf dengan sukacita jika Anda melakukannya dengan cinta kasih.
Apapun itu ingatlah satu hal. Tak satu pun dari kita dapat benar-benar mencegah atau menghentikan perbuatan seseorang kepada kita. Tetapi, kita dapat mengambil keputusan atas apa yang akan kita lakukan kepada orang lain, atas reaksi dan respon kita kepada apa yang mereka lakukan kepada kita. Dan, inilah yang paling penting dari segala alasan perbuatan kita, yang membedakan kita dari apa yang mereka lakukan kepada kita. inilah yang menunjukkan bahwa kita bertanggungjawab atas kehendak bebas yang kita miliki sebagai MANUSIA dalam seluruh keputusan dan perbuatan kita.
Apa yang membuat perjuangan hidup kita bermakna bukanlah besarnya masalah yang sedang kita hadapi, tetapi upaya yang kita lakukan untuk menghadapi masalah itu. Jika seseorang melakukan pemerkosaan kepada saya, maka yang membuat peristiwa ini membawa arti bagi hidup saya ialah bagaimana saya menghadapi trauma pemerkosaan itu dan bagaimana saya berjuang melawan pemerkosaan yang pernah saya alami dari dialami orang lain dan dari dialami lagi oleh saya sendiri. Bukan malah membalas dendam melakukan pemerkosaan juga atau menjadi penyiksa para pria. Saya kira ini sederhana dan sangat mudah diterima oleh akal sehat dan hati nurani manusia mana pun.