Mengenal manusia Indonesia


Manusia Indonesia Menurut Mochtar Lubis Oleh Opa Jappy 4 Januari 2012

Manusia Indonesia, Sebuah Pertanggungjawab

Pengarang: 
Mochtar Lubis 

Penerbit: 
Yayasan Idayu, Jakarta, 1978 

Tebal:
135 hal (termasuk tanggapan, yang dimuat pada harian Kompas dan  Sinar Harapan

Risentor:
Jappy M Pellokila/Opa Jappy 

⬇️⬇️⬇️

Sampai sekarang kalangan akademis -terutama dari bidang sosiologi dan antropologi- merasa cukup sulit untuk memberikan suatu ciri-ciri  khas manusia Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh adanya  beraneka etnis  di Indonesia dengan karakteristiknya. 

Tapi,  kesulitan tersebut menjadi tidak berarti bagi seorang Mochtar Lubis, wartawan dan sastrawan otodidak yang hanya lulus Hollandsch Inlandsche  School (HIS). 

Dalam Manusia Indonesia: Sebuah pertanggungjawab (selanjutnya Manusia Indonesia),  minimal,  Mochtar  Lubis  telah 'mampu' untuk membuat suatu kesimpulan atau bahkan menggeneralisir sifat-sifat dari 130 juta manusia Indonesia pada waktu itu (pada saat buku ini terbit, 1977/1978).

Pertanggungjawaban  Mochtar Lubis  ini, mungkin saja belatar belakang  dari hasil perjalanan panjang serta pengalamannya di dan dalam pergumulan  bangsa Indonesia pada masa kolonialisme Belanda; ekspansi Dai Nippon, perjuangan memperebutkan dan mempertahankan kemerdekaan, era demokrasi terpimpin, dan berdirinya tiang-tiang pancang solidaritas semangat orde baru sampai pada menurunnya semangat kebersamaan serta kesatuan bangsa akhir-akhir ini. 

Dalam perjalanan  panjang tersebut, Mochtar Lubis bertemu dengan berbagai lapisan masyarakat  sekaligus berhadapan serta berbenturan  dengan 'kekuatan dan kekuasaan besar' yang ada sehingga ia harus  terhempas untuk beberapa saat. 

Dengan latar belakang itulah, maka dalam Manusia Indonesia ditemukan nada-nada sinis yang jujur atau  mungkin  saja mengungkapkan  apa adanya keadaan manusia secara universal dan  bukan saja di Indonesia.

Jika  memang  dalam  Manusia  Indonesia adalah  suatu ungkapan realitas  maka ternyata manusia Indonesia penuh dengan paradoks yang tetap saja tak terselami oleh siapa pun, termasuk oleh Mochtar Lubis sendiri. 

Ciri ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis adalah:

Pertama, munafik. Mempunyai penampilan yang berbeda, di depan dan belakang. Sifat  ini  muncul karena sejak lama manusia  Indonesia mengalami penindasan  sehingga tidak mampu untuk mengungkapkan  apa sebenarnya yang dikehendakinya, dan sesuai dengan hati nuraninya.

Kedua,  segan  dan  enggan bertanggungjawab atas  perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. 

Di sini,  mereka lebih  mudah untuk melemparkan tanggungjawab kepada orang lain, dari bertanggungjawab atas sesuatu kesalahan atau kegagalan. 

Tapi jika merupakan  suatu keberhasilan, maka  mereka  paling depan mengatakan, itu karena saya.

Ketiga,  jiwa feodalistik. Mereka yang mempunyai kekuatan  dan kekuasaan harus dihormati oleh yang dikuasai, yang kecil dan tanpa kekuasaan  harus mengabdi  kepada yang besar. 

Segala sesuatu  yang berhubungan dengan yang berkuasa, juga harus dihormati oleh mereka yang  di bawahnya, isteri bawahan harus menghormat isteri  atasan, anak bawahan harus menomersatukan anak atasan, dan seterusnya.

Keempat,  percaya takhyul. Latar belakang  'agama'  asli  manusia Indonesia  yang animis dan spiritis -termasuk di dalamnya totemnisme dan dinamisme-  yang sudah berakar, menjadikan apa pun agama manusia Indonesia, ia tetap mempertahankan hal-hal yang supra natural  dari 'agama' asli tersebut.

Kelima, artistik.  Ciri ini selalu memperlihatkan sesuatu  yang indah, baik, bagus serta mempesonakan untuk dipandang. 

Ciri ini  bisa mampu menyimpan atau menyembunyikan keadaan sebenarnya yang ada dalam hidupnya, jiwanya, kalbunya. 

Orang asing -turis mancanegara-  paling senang menonton nuansa artistik manusia Indonesia ini, karena  memang dipertontonkan  oleh  manusia  Indonesia sendiri.

Ciri  ini mungkin datang dari sikap manusia Indonesia yang ramah dan menyenangkan orang lain, sehingga tidak mau siapa pun melihat hal-hal jelek, tidak baik, dan buruk dari dalam diri mereka.

Keenam,  watak yang lemah. Manusia Indonesia kurang kuat dalam mempertahankan dan memperjuangkan keyakinan serta pendiriannya.  Hal menjadikan manusia Indonesia cepat berubah prinsipnya,  seiring dengan tekanan yang ia dapatkan dari luar dirinya.

⬇️⬇️⬇️

Selain  hal-hal di atas, masih ada sifat-sifat lain  yaitu
• tidak hemat  dan cenderung boros; 
• tidak suka bekerja keras, kecuali  kalau terpaksa,  ingin bertambah kaya dengan kurang bekerja  keras;  
• kurang sabar; 
• cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih maju, akibatnya  mereka mudah untuk menjatuhkan  orang lain dengan intrik, fitnah, dan lain-lain; 
• manusia-sok, mabuk berkuasa sehingga mereka yang  sudah berkuasa akan berusaha dengan segala macam  cara agar kekuasaannya tidak hilang; 
• tukang tiru, hal  ini mengakibatkan manusia Indonesia  'hampir-hampir' kehilangan  identitasnya sebagai bangsa yang mempunyai ciri kebudayaan sendiri.

Di  samping  itu, manusia Indonesia, juga mempunyai sifat  bisa kejam,  bisa meledak, ngamuk, membunuh, membakar, khianat, menindas, memeras, menipu, mencuri, korupsi, tidak peduli dengan nasib orang lain, dan lain-lain.

⬇️⬇️⬇️

Jika  membaca  Manusia Indonesia, dengan teliti maka  ditemukan beberapa hal  penting untuk diperhatikan, agar  tidak keliru  dalam menilai siapa manusia Indonesia itu.

Pertama,  penuh dengan nada-nada kekecewaan. Mochtar  Lubis  yang sempat berada dalam tiga zaman kehidupan bangsa  -kolonial  Belanda, ekspansi Jepang,  kemerdekaan- kecewa ketika perjalanan masyarakat Indonesia menuju kemajuan serta modern, ternyata meninggalkan ciri-ciri khas kemanusiaan yang baik. 

Kekecewaan  terhadap lingkungan kehidupan masyarakat, tatanan politik serta kekuasaan tadi, menjadikan dalam Manusia Indonesia, yang  penuh dengan  nada-nada sinis.

Kedua,  penilaian  yang menyamaratakan. Dalam Manusia  Indonesia, Mochtar Lubis ternyata menunjukkan penilaian yang tidak  menyeluruh atau  menyamaratakan  ciri-ciri manusia manusia  Indonesia.

Akibatnya dalam Manusia Indonesia terdapat uraian tentang sebagian kecil orang Indonesia yang mempunyai -dan penuh- ciri negatif dan kemudian bangga dengan  sisi  gelap tersebut. Banyak di antara mereka  inilah  yang berhasil mencapai puncak kekuasan dan karier. 

Sementara mereka  yang bertahan dengan ciri, sikap dan  sifat manusia Indonesia yang sederhana, jujur,  ramah, mendahulukan orang lain, tidak  iri  hati, senang  dengan kemajuan, toleran, tolong menolang,  dan lain-lain justru terhempas serta tertinggal jauh.

Ketiga,  kurang menguraikan ciri-ciri kebaikan. Sebagai  seorang 'wartawan-sasterawan'  tiga zaman, Mochtar Lubis  pasti mengetahui bahwa  masih banyak sekali manusia Indonesia yang  baik, tetapi ia seakan  menutup mata terhadap kebaikan tersebut.

Akibatnya ia  'lupa' menulis dan menyampaikan dengan panjang lebar sisi kebaikan dari manusia Indonesia. Ini mungkin saja muncul dari pengalaman traumatis yang dialaminya, misalnya, harus menjadi  tahanan  politik,  di breidelnya harian Indonesia


Untuk selebihnya silahkan baca langsung dari bukunya.


Postingan populer dari blog ini

Sekring / Sikring atau fuse 100 amp Honda CRV putus

Mengenang Dr. J. Leimena