Orangnya sudah mati, urusannya belum selesai... / Analisis Mengejutkan Mun'im Idries Soal Kasus Pembunuhan Sisca Yovi
Jakarta - Sebagai dokter ahli forensik, sepak terjang
dr Mun'im Idries dikenal memiliki analisis yang sangat mumpuni. Salah
satu analisisnya yang cukup mengejutkan adalah terkait kasus pembunuhan
manajer cantik Sisca Yovie (34) di Bandung, bahwa visumnya dilakukan
oleh dokter umum.
Pernyataan mengejutkan ini disampaikan oleh dr Mun'im Idries saat diundang dalam acara bincang-bincang Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan secara langsung oleh televisi nasional, tvOne pada 27 Agustus lalu. Dengan melihat visum jenazah Sisca yang tewas dibunuh, ahli forensik dari Universitas Indonesia ini menemukan fakta mengejutkan tersebut.
Menurutnya, visum seharusnya dilakukan oleh dokter ahli. Namun dalam kasus ini ternyata dilakukan oleh dokter umum. dr Mun'im Idries menilai hal ini sangat menyalahi aturan.
Demikian potongan pernyataan lengkap yang disampaikan dr Mun'im Idries dalam acara tersebut, seperti dikutip detikcom, Jumat (27/9/2013):
Mun'im Idries (MI): Bisa dibuat gampangnya. Ini kasus mau dibawa ke mana? Kalau sebagai, pembunuhan ini sebagai sarana untuk mencapai tujuan, katakanlah mengambil tasnya, cukup di situ. Tapi kalau pembunuhan untuk pelampiasan tindak emosional urusannya panjang. Ini bisa dari pemeriksaan mayatnya bisa dilihat. Kalau yang satu lukanya sederhana, yang satu sangat maasif sekali. Kemudian ada yang membuat kaget saya ini. Kenapa visumnya ancur-ancuran begini?
Karni Ilyas (KI): Visumnya?
MI: Kalau di tempat saya itu kalau seperti itu, nggak lulus saya pak. Ternyata dibuat oleh dokter umum.
KI: Visumnya dibikin oleh dokter umum?
MI: Oleh dokter umum. Dokter ahlinya hanya mengetahui. Tidak boleh begitu, di kita tidak ada seperti itu. Jadi yang membuat, yang menandatangani. Kalau dokter departemen lain mengetahui itu kalau surat-menyurat mau dikirim ke polisi, dia mengetahui boleh. tapi nggak dilampirkan di visumnya yang tadi.
KI: Visum di rumah sakit apa?
MI: Hasan Sadikin.
KI: Nah di situ kan ada pakar forensik juga?
MI: Cuma satu. Di sekitar situ banyak dokter polisi pintar-pintar pak. Kenapa nggak dikirim ke sana? Jadi, jadi pertanyaan saya juga waktu itu. Biasanya kasus-kasus diambil Rumah Sakit Bhayangkara. Kok ini tumben dikasih ke Hasan Sadikin. Ada apa ini? Nah kemudian yang lebih mempertegas lagi. Di sini disebut sebab matinya pendarahan. Itu salah. Pendarahan itu mekanisme kematian. Ditusuk berdarah. Ditembak berdarah. Digebuk berdarah. Nggak menjawab. Jadi saya ngerti, karena yang buat (visum) dokter umum. Kemudian dalam visum itu harus tampil identitasnya siapa. Saat kematiannya, untuk kaitan dengan alibi, ini tidak ada. Sebab kematian, pendarahan yang salah tadi. Kalau cara kematian jelas tidak wajar itu sudah bisa diatasi di situ.
Kemudian dalam sistem pelaporan itu tidak sesuai standar kalau bisa dibilang. Contohnya terdapat luka ukuran 2 x 8 cm. Ini duanya, dua apa? Dua meter. Harusnya kan 2 cm x 8 cm. Seperti surat-surat yang untuk kepentingan hukum kan begitu. Nggak ngerti juga, ternyata dokter umum yang buat.
KI: Jadi?
MI: Jadi kalau menurut saran saya supaya tegas. Digali lagi aja pak, baru sebentaran juga dikubur. Digali lagi, periksa lagi.
KI: Dokter Mun'im meminta agar mayat digali lagi dan diperiksa secara detail.
MI: Di sana banyak ahli forensik kok.
KI: Dokter sudah terima gambar?
MI: Nggak. Saya diperlihatkan visumnya oleh pak Kabbag Humas, baru tadi dikasih liat. Saya kaget.
Menanggapi pernyataan dr Mun'im Idries ini, pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah menyampaikan bantahannya. Kepada sejumlah media, pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin menegaskan bahwa visum jenazah Sisca dilakukan oleh dokter ahli forensik dan bukan dokter umum seperti yang pernah disampaikan dr Mun'im Idries.
Catatan:
Silahkan anda yang menilai, karena dr. Mun'im kini telah tiada
Pernyataan mengejutkan ini disampaikan oleh dr Mun'im Idries saat diundang dalam acara bincang-bincang Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan secara langsung oleh televisi nasional, tvOne pada 27 Agustus lalu. Dengan melihat visum jenazah Sisca yang tewas dibunuh, ahli forensik dari Universitas Indonesia ini menemukan fakta mengejutkan tersebut.
Menurutnya, visum seharusnya dilakukan oleh dokter ahli. Namun dalam kasus ini ternyata dilakukan oleh dokter umum. dr Mun'im Idries menilai hal ini sangat menyalahi aturan.
Demikian potongan pernyataan lengkap yang disampaikan dr Mun'im Idries dalam acara tersebut, seperti dikutip detikcom, Jumat (27/9/2013):
Mun'im Idries (MI): Bisa dibuat gampangnya. Ini kasus mau dibawa ke mana? Kalau sebagai, pembunuhan ini sebagai sarana untuk mencapai tujuan, katakanlah mengambil tasnya, cukup di situ. Tapi kalau pembunuhan untuk pelampiasan tindak emosional urusannya panjang. Ini bisa dari pemeriksaan mayatnya bisa dilihat. Kalau yang satu lukanya sederhana, yang satu sangat maasif sekali. Kemudian ada yang membuat kaget saya ini. Kenapa visumnya ancur-ancuran begini?
Karni Ilyas (KI): Visumnya?
MI: Kalau di tempat saya itu kalau seperti itu, nggak lulus saya pak. Ternyata dibuat oleh dokter umum.
KI: Visumnya dibikin oleh dokter umum?
MI: Oleh dokter umum. Dokter ahlinya hanya mengetahui. Tidak boleh begitu, di kita tidak ada seperti itu. Jadi yang membuat, yang menandatangani. Kalau dokter departemen lain mengetahui itu kalau surat-menyurat mau dikirim ke polisi, dia mengetahui boleh. tapi nggak dilampirkan di visumnya yang tadi.
KI: Visum di rumah sakit apa?
MI: Hasan Sadikin.
KI: Nah di situ kan ada pakar forensik juga?
MI: Cuma satu. Di sekitar situ banyak dokter polisi pintar-pintar pak. Kenapa nggak dikirim ke sana? Jadi, jadi pertanyaan saya juga waktu itu. Biasanya kasus-kasus diambil Rumah Sakit Bhayangkara. Kok ini tumben dikasih ke Hasan Sadikin. Ada apa ini? Nah kemudian yang lebih mempertegas lagi. Di sini disebut sebab matinya pendarahan. Itu salah. Pendarahan itu mekanisme kematian. Ditusuk berdarah. Ditembak berdarah. Digebuk berdarah. Nggak menjawab. Jadi saya ngerti, karena yang buat (visum) dokter umum. Kemudian dalam visum itu harus tampil identitasnya siapa. Saat kematiannya, untuk kaitan dengan alibi, ini tidak ada. Sebab kematian, pendarahan yang salah tadi. Kalau cara kematian jelas tidak wajar itu sudah bisa diatasi di situ.
Kemudian dalam sistem pelaporan itu tidak sesuai standar kalau bisa dibilang. Contohnya terdapat luka ukuran 2 x 8 cm. Ini duanya, dua apa? Dua meter. Harusnya kan 2 cm x 8 cm. Seperti surat-surat yang untuk kepentingan hukum kan begitu. Nggak ngerti juga, ternyata dokter umum yang buat.
KI: Jadi?
MI: Jadi kalau menurut saran saya supaya tegas. Digali lagi aja pak, baru sebentaran juga dikubur. Digali lagi, periksa lagi.
KI: Dokter Mun'im meminta agar mayat digali lagi dan diperiksa secara detail.
MI: Di sana banyak ahli forensik kok.
KI: Dokter sudah terima gambar?
MI: Nggak. Saya diperlihatkan visumnya oleh pak Kabbag Humas, baru tadi dikasih liat. Saya kaget.
Menanggapi pernyataan dr Mun'im Idries ini, pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah menyampaikan bantahannya. Kepada sejumlah media, pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin menegaskan bahwa visum jenazah Sisca dilakukan oleh dokter ahli forensik dan bukan dokter umum seperti yang pernah disampaikan dr Mun'im Idries.
Catatan:
Silahkan anda yang menilai, karena dr. Mun'im kini telah tiada