Kebijakan moneter :Tentang Hutang, Pinjaman Negara, Pinjaman Luar Negeri

Merdeka.com -
Salah satu agenda pembangunan ekonomi pasangan Capres Prabowo - Hatta disorot dengan tajam oleh Analis Ekonomi dari IRAI (Independent Research and Advisory Indonesia), Lin Che Wei. Che Wei yang juga pernah menjadi CEO Danareksa mengatakan bahwa salah satu program pasangan ini akan sulit untuk dilaksanakan, bahkan bisa mengancam stabilitas perekonomian nasional.
Che Wei menjelaskan dengan rinci mengenai program-program yang dinilainya tidak realistis. Misalnya program utang Indonesia nol persen tahun 2019 yang ada dalam visi dan misi Prabowo - Hatta . Menurut dia, program ini sangat lucu karena tahun 2019 jelas-jelas sudah ada pemerintahan baru pengganti pemerintahan terpilih tahun 2014-2019.
Jadi menurut dia, apabila Prabowo - Hatta terpilih, pemerintahannya masih boleh utang, tetapi pemerintahan selanjutnya tidak boleh utang. "Ini paling lucu, akan mengurangi utang dengan target nol persen tahun 2019. Lah, tahun 2019 mereka sudah tidak lagi menjabat. Artinya, pemerintahan mereka boleh utang, pemerintahan selanjutnya tidak boleh utang," kata dia di Jakarta, Selasa 2 Juni 2014.
Menurut data Kementerian Keuangan RI, hingga April 2014 total utang pemerintah pusat sebesar Rp. 2.420 triliun, dengan rincian Rp. 672 triliun berupa utang bilateral dan Rp. 1.748 triliun berupa pembelian SBN (Surat Berharga Negara).
Dari SBN yang diperdagangkan, kepemilikan investor asing mencapai Rp. 377 triliun. Utang bilateral ditambah kepemilikan asing atas SBN mencapai jumlah Rp. 1.049 triliun.
Jika diandaikan tidak ada penambahan utang baru dalam pemerintahan yang baru, maka dalam periode pemerintahan itu total pinjaman asing kurang lebih sejumlah angka yang penjumlahan itu. Angka sebesar itu jelas akan membebani dan menguras anggaran tahun berjalan pemerintahan setelah tahun 2019. Karena penghentian utang baru artinya menolak model refinanfsing yang selama ini digunakan untuk mekanisme pembayaran hutang.
Jika mekanisme itu tidak diikuti, bisa saja pemerintahan tidak mempunyai utang baru tetapi pembayaran hutang setelah tahun 2019 secara logis akan menggerus anggaran di tahun berjalan. Padahal jika ingin melunasi semua hutang luar negeri ditambah pemerintah harus mencari sumber pembiayaan untuk menambal defisit anggaran setiap tahun, maka banyak yang memperkirakan aliran dana kas pemerintah akan menjadi negatif.
Menurut Che Wei negara boleh dan absah saja berhutang sepanjang pendapatan yang diperoleh, melebihi bunga yang dibebankan. Yang harus ditekankan adalah persoalan pemanfaatannya pada sektor-sektor produktif, bukan soal hutangnya itu sendiri. (skj)
(mdk/cza)


Dicibir "Menteri Ingusan", Pria Ini Mampu Mengerem Inflasi 650 Persen
Minggu, 15 Juni 2014 | 16:34 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonomi Indonesia pernah mengalami masa sulit pada masa peralihan bergantinya masa orde lama ke orde baru tahun 1965. Akibat kekecauan politik saat itu, tingkat laju inflasi ekonomi Indonesia menyentuh angka 650 persen.
Pemerintahan orde baru yang terbentuk tahun 1966, memiliki tugas berat untuk menurunkan tingkat laju inflasi yang membebani neraca keuangan negara tersebut. Presiden Soeharto kemudian menunjuk Ali Wardhana yang saat itu berusia 39 tahun menjadi Menteri Keuangan.
Pengangkatan Menteri Keuangan muda dalam situasi pemulihan ekonomi saat itu mengundang banyak cibiran. Bahkan media masa saat itu menyebut Ali Wardhana sebagai "Menteri ingusan" karena usianya yang baru 39 tahun.
"Ada surat kabar yang bilang saya Menteri ingusan, umur saya ketika masuk ke Kementerian Keuangan itu 39 tahun. Tiap hari di pojok surat kabar itu selalu di tulis, Menteri ingusan, Menteri ingusan, terus begitu," ujar Ali Wardhana saat memberikan sambutan setelah mendapatkan penghargaan Wirakarya Adhitama dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), Jakarta, Jumat (6/6/2014).
Sindiran media saat itu tidak lantas membuat Ali berkecil hati. Penunjukan dirinya sebagai Menteri Keuangan dinilainya sebagai amanat negara untuk memperbaiki perekonomian Indonesia pasca kekacauan politik 1965.
Awalnya Ali merasa kaget karena ternyata di Kementerian Keuangan terdapat beberapa tokoh senior yang sangat disegani oleh orang-orang di Kementerian Keuangan. Saking diseganinya, Ali mengatakan bahwa tokoh-tokoh senior tersebut adalah sesepuh Kementerian Keuangan. Meskipun begitu, Ali tak mau ambil pusing mengenai keberadaan nya. Bahkan, Ali memutuskan untuk menggantinya dengan ekonom-ekonom muda dari Universitas Indonesia.
Sepak terjang Ali dalam mengelola keuangan negara langsung terasa setelah berhasil mengerem hyper inflation dari 650 persen di tahun 1966 menjadi 112 pada tahun 1967. Ditahun 1968, inflasi kembali turun ke angka 85 persen dan setahun kemudian kembali turun drastis ke angka 10 persen.
Tidak hanya itu, mantan Dekan FE UI itu juga memperkenalkan strategi pinjaman negara dan disiplin fiskal APBN masa Orde Baru. Strategi disiplin fiskal Orde Baru dengan melakukan pinjaman luar negeri yang dilakukan Ali ditujukan untuk menutup defisit APBN saat itu. Selain menutup defisit APBN, pinjaman luar negeri juga digunakan untuk menutup defisit neraca berjalan.
Kebijakan moneter Orde Baru yang menggunakan sistem pagu serta kredit Bank yang sangat rinci, memang awalnya meningkatkan PDB. Namun, karena kebijakan tersebut dilakukan dalam waktu lama, membuat bank menjadi seperti perpanjangan tangan pemerintah.
Selain itu, kebijakan tersebut juga rawan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu prestasi Ali yang mendapat pujian dari dunia Internasional adalah keberhasilannya menyelamatkan ekonomi nasional dari penyakit The Dutch Disease akibat dari bom migas selama periode 1973-1982.
Di negara-negara penghasil migas lain, boom migas membuat nilai mata uang menguat sehingga terjadi relokasi besar-besaran faktor produksi dari sektor tradable ke non-tradable. Pria kelahiran Solo 6 Mei 1928 tersebut, kadang merasa aneh atas apa yang dicapainya dalam pemerintahan. Pasalnya, saat mahasiswa, dia pernah lulus ujian kenaikan tingkat di UI dengan yudisium "raga-ragu".
"Ketika tingkat satu saya jadi mahasiswa, saya diberikan waktu untuk memikirkan kapan mau menempuh ujian. Saya waktu itu merasa belum yakin bisa lulus. Setelah beberapa hari, saya nekat ujian walaupun belum yakin. Dulu, kalau ujian itu tidak tertulis, tetapi lisan. Ketika ujian ada ruangan khusnya, para guru besar yang duduk didepan itu orang Belanda. Setelah ujian, guru besar langsung mengumumkan apakah saya lulus atau tidak. Guru besar bilang "Tuan Ali, Selamat anda lulus tetapi dengan yudisium ragu-ragu", kenang pria lulusan University of California tersebut.
Di usianya yang sudah menginjak 83 tahun, Ali merasa bangga atas pengabdiannya kepada negara. Bahkan dia berkelakar, sampai saat ini belum ada orang yang mampu menyainginya menjadi Menteri Keuangan selama 15 tahun dan menjadi Menteri Perekonomian selama 5 tahun.
"Tapi saya bangga bisa bertahan menjadi Menteri Keuangan 15 tahun dan 5 tahun menjadi Menteri Perekonomian. Dan sampai saat ini belum ada yang menyaingi saya," tandas pria yang dianugrahi perhargaan Wirakarya Adhitama oleh FE UI dan disambut tepuk tangan peserta yang hadir.
Penulis: Yoga Sukmana
Editor: Bambang Priyo Jatmiko

sent from mobile devices
























Postingan populer dari blog ini

Sekring / Sikring atau fuse 100 amp Honda CRV putus

Mengenang Dr. J. Leimena