Agama menjadi subjek hukum?
Sidang ke-12 Ahok: Ahli Pidana MUI Memalukan, Begini Penjelasan Hukumnya
BY RICKY VINANDO ON FEBRUARY 28, 2017
Sidang ke-12 Ahok
(dok: Kompas.com)
Ahli Hukum Pidana MUI, Abdul Choir Ramadhan , menyatakan bahwa Pasal 156 a KUHP yang didakwakan kepada Ahok korbannya adalah agama bukan orang. Selain itu ahli tersebut juga menjelaskan bahwa karena korbannya agama, maka tidak diperlukan adanya laporan dari orang yang bertindak sebagai korban. Namun penjelasan Ahli Hukum Pidana MUI, ngawur dan hanya ingin membodoh-bodohi masyarakat yang awam dengan hukum, dikarenakan:
Di dalam hukum pidana termasuk hukum perdata , yang menjadi subjek hukum hanya ada 2, yakni orang dan badan hukum. Sehingga jika Abdul Choir Ramadhan menyatakan bahwa agama bisa jadi korban, itu artinya secara tidak langsung Ahli Pidana MUI tersebut telah memberikan pemahaman hukum paling baru, bahwa agama sama seperti manusia dan menjadi subjek hukum dan semua agama diakui di Indonesia mulai dari agama Islam, Katholik, Kristen, Buddha, Konghucu dan Hindu bisa kapan saja menjadi korban dari perbuatan manusia. Karena yang perlu dipahami bahwa subjek hukum memiliki arti sama dengan pelaku dan korban (manusia), yang masing-masing pelaku dan korban (manusia) memiliki hak dan kewajiban. Jadi dimana logikanya jika agama diposisikan sebagai korban dari perbuatan manusia? ah memalukan!
Saya sudah mempelajari dan mendalami hampir semua subjek hukum termasuk dalam subjek hukum pidana internasional ataupun perdata internasional, agama bukan merupakan subjek hukum, dan tidak ada satu pun dalam literatur hukum atau doktrin hukum di Indonesia bahkan hukum internasional yang menyatakan agama bisa menjadi korban dari perbuatan manusia, dikarenakan dalam hukum, sesuatu yang tidak terlihat seperti agama/kepercayaan hanya berupa sebatas hubungan antara manusia dan sang pencipta , sesuai dengan agama yang dianut dan diakui di Indonesia, mana bisa agama menjadi korban dari perbuatan manusia/subjek hukum Jadi , pernyataan Ahli Pidana MUI, tidak didukung oleh doktrin atau literatur hukum apapun termasuk hukum pidana internasional.
Sehingga jika Ahli Hukum Pidana MUI menyatakan bahwa agama bisa sebagai korban, itu artinya ahli itu menganggap agama adalah subjek hukum, karena dalam hukum, korban (manusia) yang menjadi subjek hukum, agama bukan subjek hukum. sehingga menimbulkan pertanyaan besar yakni sejauh mana pemahaman Ahli Hukum Pidana MUI, mengenai subjek hukum dalam hukum pidana dan delik-delik yang berhubungan langsung dengan agama, seperti dalam delik Pasal 156 a KUHP, karena dengan menyatakan bahwa dalam kasus Ahok, agama Islam telah menjadi korban, adalah penjelasan hukum yang ngawur.
Selain itu yang lebih memalukan dari Ahli Hukum Pidana MUI, adalah menyatakan bahwa karena korbannya agama, maka tidak diperlukan adanya laporan dari orang yang bertindak sebagai korban, itu sungguh memalukan, dikarenakan jika benar ahli ini paham betul mengenai hukum pidana terutama jenis delik dalam Pasal 156 a KUHP yang didakwakan kepada Ahok, tentu ahli tersebut tidak akan berbicara ‘’bahwa tidak perlu adanya laporan jika agama yang menjadi korban’’, karena yang perlu dipahami bahwa pasal 156 a KUHP yang didakwakan kepada Ahok adalah delik aduan bukan delik umum.
Tetapi berdasarkan fakta dalam persidangan Ahok terungkap bahwa semua yang membuat Ahok menjadi terdakwa adalah karena adanya laporan dari saksi pelapor, padahal jenis delik dalam Pasal 156 a KUHP adalah delik aduan yang memerlukan laporan dalam bentuk pengaduan bukan laporan biasa, karena dalam delik itu ada delik aduan, yakni jika merasa agamanya dinodai, maka pemeluk agama yang merasa agamanya dinodai, membuat laporan pengaduan, ingat loh ya laporan pengaduan bukan hanya laporan, karena antara laporan dan pengaduan adalah dua hal yang berbeda dalam konteks hukum pidana.
Pasal 156 a KUHP yang didakwakan kepada Ahok bukan delik biasa tetapi delik aduan, tetapi yang terjadi justru jenis delik tersebut terkesan diubah dari delik aduan menjadi delik biasa/umum yang bisa dilakukan dengan pembuatan laporan polisi/LP, oleh siapa saja yang diberi kewenangan untuk melaporkan telah terjadi dugaan tindak pidana apabila mengetahui ada tindak pidana yang sedang terjadi dan atau setelah terjadinya tindak pidana tersebut. Padahal Pasal 156 a KUHP hanya bisa dibawah ke ranah hukum apabila ada laporan pengaduan oleh pemeluk agama yang bersangkutan melalui laporan pengaduan.
Jadi jika Ahli Hukum Pidana MUI menyatakan bahwa agama adalah korban karena dinodai, maka lepaskan saja itu gelar Sarjana Hukumnya, karena Ahli Hukum Pidana atau Ahli Hukum semestinya sangat paham bahwa di negara manapun pun, dengan sistem hukum apapun (common law, Islam law, custom law ataupun civil law seperti yang dianut Indonesia , agama bukan subjek hukum). Dan setelah Ahli Hukum Pidana MUI, Abdul Choir Ramadhan menjelaskan keahliannya mengenai Pasal 156 a KUHP yang didakwakan kepada Ahok, maka makin kelihatan jelas bahwa kasus Ahok, 1000% adalah politik, dan Ahli Pidana MUI, itu tidak bisa memahami pidana secara keseluruhan. Karena dalam hukum hanya manusia yang bisa jadi korban, agama bukan korban berdasarkan semua sistem hukum yang ada di dunia saat ini. Sehingga pertanyaan besarnya , apakah Ahli Hukum Pidana MUI, paham dengan subjek hukum?
21585 total views, 72 views today